Prinsip-prinsip perawatan kesehatan gigi dan mulut pada pasien dengan HIV adalah sama seperti halnya pada pasien lainnya. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya perubahan dalam perawatan gigi dan mulut hanya berdasarkan status HIV. Dalam merencanakan perawatan untuk pasien dengan HIV, dokter gigi harus terlebih dahulu mempertimbangkan status fisik dan prognosis serta perkembangan penyakit HIV yang diderita. Ini adalah pertimbangan yang perlu dilakukan, sama seperti ketika melakukan pertimbangan pada pasien kompromis medis lainnya dengan penyakit yang berpotensi mengancam jiwa.
Perencanaan perawatan untuk pasien dengan HIV memiliki urutan yang sama dengan pasien lainnya, sebagai berikut:
HIV bersifat multifaktorial dengan manifestasi klinis oral dan sistemik. Penilaian secara komprehensif harus dilakukan ketika merencanakan perawatan.
Meskipun tidak ada pedoman yang menyatakan perlunya modifikasi perawatan gigi dan mulut hanya berdasarkan status HIV pasien, namun beberapa pertimbangan berikut perlu dilakukan pada pasien dengan HIV:
Komunikasi yang terbuka antara dokter gigi dan pasien juga turut menentukan perencanaan dan keberhasilan perawatan. Selain itu, status gizi pasien juga perlu menjadi pertimbangan, contoh: pasien dengan rampan karies memerlukan analisis dan konseling pengaturan pola makan untuk mengurangi asupan karbohidrat, juga meningkatkan aliran saliva. Sebaliknya, jika pasien dicurigai mengalami malnutrisi, sebaiknya rujuk pasien ke dokter ahli untuk mendapatkan perawatan yang komprehensif.
Untuk merencanakan perawatan yang tepat, status medis keseluruhan, juga status HIV pasien harus dinilai:
1. Tahap Awal
Pasien asimtomatik dengan HIV yang memiliki jumlah CD4 lebih besar dari 200 berada pada tahap awal penyakit. Pasien pasien ini harus diperlakukan sama dengan pasien yang HIV-negatif. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa modifikasi perawatan gigi dan mulut diperlukan pada tahap ini.
2. Tahap Akhir
Ketika jumlah CD4 turun di bawah 200, penyakit pasien dianggap telah berkembang ke tahap selanjutnya. Rujukan untuk konsultasi dan perawatan ke dokter spesialis mungkin diperlukan. Kemudian. merujuk pasien ke rumah sakit untuk perawatan gigi dapat dilakukan berdasarkan kondisi dan status medis pasien.
Ketika merawat pasien yang terinfeksi HIV. dokter gigi harus terus memantau kesehatan gigi dan mulutnya, untuk memastikan ada atau tidaknya manifestasi dari penyakit yang diderita. Proses evaluasi akan membantu dokter gigi mengidentifikasi gejala dan manifestasi yang mungkin timbul, serta menentukan intervensi yang perlu dilakukan.
Pertimbangan restorasi yang perlu dilakukan untuk pasien HIV adalah sama dengan pasien gigi umum. Pasien HIV membutuhkan prosedur khusus apabila memiliki kondisi seperti:
Kombinasi dari penyakit periodontal, aliran saliva yang kurang, adanya paparan cairan lambung, dan kebersihan mulut yang buruk dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya karies akar. Kondisi ini harus diatasi dengan menghilangkan faktor penyebabnya sebelum memberikan perawatan restoratif.
Pertimbangan prostetik untuk penderita HIV sama dengan pasien lanjut usia. Kedua kelompok ini rentan terhadap kandidiasis, xerostomia, dan wasting syndrome. Gigi tiruan sebagian akrilik merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan prognosis dental yang meragukan.
Pasien asimtomatik dengan HIV dapat diobati sama seperti pasien gigi lainnya. Perkembangan penyakit perlu terus dipantau dan rencana perawatan disesuaikan. Pasien yang memerlukan modifikasi perawatan gigi jumlahnya relatif kecil, biasanya modifikasi diperlukan pada pasien-pasien yang sudah dalam tahap penyakit lanjut. Komunikasi antara pasien dan dokter-dokter yang menangani, serta pertukaran informasi harus dioptimalkan, agar perawatan komprehensif dapat diberikan.